“Positive Reinforcement changes behavior for the better, while criticism stabilizes negative behaviors and blocks changes.”

Virginia H. Pearce

.

Pasti di antara Parents, masih banyak yang bingung dalam mencari reinforcer yang tepat bagi Si Kecil. Sebagai orang tua kita kerap kali hanya memberikan reinforcer atau reward yang menurut sudut pandang kita akan disenangi oleh Si Kecil, bukannya yang benar-benar anak kita senangi. Kita cenderung memberikan mainan yang disenangi oleh anak-anak pada umumnya, seperti: mobil-mobilan, boneka, atau Lego. 

Padahal kita seharusnya memberikan reinforcer atau reward yang benar-benar disenangi oleh Si Kecil walau terkadang aneh bagi kita, seperti misalnya: selembar daun atau sebatang pensil untuk dipegang, sekotak kacang hijau atau tepung terigu untuk bermain, dan sebagainya. Salah satu di antara Parents pasti berpikir bahwa mainan-mainan di atas tidak berkualitas atau tidak bermanfaat bagi Si Kecil. Sehingga Parents cenderung “memaksakan” memberi reward berdasarkan fungsinya dan berharap Si kecil dapat menyukainya selayaknya anak-anak seusianya.

Walaupun tujuannya baik, namun jika reinforcer atau reward yang Parents berikan tidak tepat sehingga Si Kecil tidak merasakan kesenangan dari mendapat reward tersebut, hal tersebut adalah sia-sia. Jika hal tersebut yang terjadi, maka tidak akan ada banyak perubahan perilaku yang dapat terjadi pada Si Kecil. 

Menurut “definisi” anak-anak dengan diagnosa ASD, mereka cenderung menikmati kegiatan self-stimulation, seperti misalnya: menyusun benda-benda, bongkar pasang puzzle, atau bermain tepung terigu atau biji-bijian. Jika Si Kecil senang melakukan hal tersebut di atas, maka kita bisa memanfaatkan kegiatan tersebut sebagai reinforcer

.

Namun… perjuangan Parents dalam mencari reinforcer tidak dapat berhenti di sini. Parents harus terus mencari reinforcer baru. Tapi bagaimana yaaa caranya mengembangkan reinforcer yang telah dimiliki Si Kecil? 

.

.

Dalam mengembangkan reinforcer baru untuk Si Kecil, dibutuhkan ketelitian, kreativitas, dan sistematis para orang tua. Kita bisa menggunakan self-stimulation tersebut sebagai “sarana” dalam mengembangkan reinforcer baru. Misalnya, ketika anak sedang bermain bongkar pasang puzzle kita bisa mengiringinya dengan musik sehingga pada akhirnya musik bisa menjadi pilihan reinforcer lainnya karena anak telah mengasosiasikan musik sebagai hal yang menyenangkan juga.

. 

Kenapa orang tua harus rajin mencari reinforcer baru untuk anak-anak mereka?

.

Sama seperti kita para orang dewasa, kita pasti merasa bosan jika hanya diberi menu makanan mie goreng saja setiap hari walaupun kita sangat menyukainya. Anak-anak juga pasti akan merasa bosan jika mendapatkan reinforcer yang itu-itu saja. Selain itu, jika pengetahuan serta kemampuan Si Kecil sudah mulai bertambah banyak, otomatis kesukaan mereka juga akan mulai berubah. Contohnya, seorang anak yang awalnya sangat senang hanya dengan mendapat reinforcer selembar daun tidak akan puas lagi mendapatkannya setelah dia diperkenalkan berbagai media permainan dan stimulus lainnya. 

Sekarang Parents pasti sudah lebih paham bagaimana mencari reinforcer yang tepat untuk Si Kecil dan bagaimana cara mengembangkannya. 

Happy hunting, Parents!